KOMISI VI DPR : SESALKAN KETIDAKHADIRAN DIREKSI BUMN SE-KALTENG
13-08-2009 /
KOMISI VI
Tim Kunjungan Kerja Komisi VI DPR menyesalkan ketidakhadiran para Direksi BUMN se-Kalimantan Tengah. Pasalnya, kehadiran Direksi diperlukan untuk melihat kebijakan dan mengevaluasi serta memonitoring kinerja BUMN terkait.
Hal itu diungkapkan Ketua Tim Kunker Hasto Kristiyanto (F-PDIP) saat pertemuan dengan jajaran Direksi BUMN Kalteng (PT. Telkom Tbk, PT. Jamsostek, PT. Taspen, PT. Permina (Persero), PT. PLN (Persero), di Kantor PLN Kalteng, Selasa (11/8).
“Hal ini merupakan tugas konstitusi dari parlemen dalam mengevaluasi kinerja BUMN,†tegasnya.
Menurutnya, peran BUMN sangat penting saat ini. Oleh karena itu, lanjutnya, ketidakhadiran para Direksi BUMN Kalteng akan menjadi nota protes Komisi VI DPR kepada Kementerian Negara BUMN. Karena kunjungan kerja Komisi VI ini sudah menjadi suatu kesepakatan bersama antara DPR dan pemerintah.
Ketidakhadiran para Direksi BUMN Kalteng, kata Hasto, bukan persoalan penting atau tidak penting, tapi persoalan bagaimana kita memformulasikan suatu kebijakan yang sekaligus mengevaluasi bahkan monitoring terhadap kunjungan kerja Komisi VI di lapangan.
Strategi Korporasi
Hasto menambahkan, BUMN sebagai salah satu pilar perekonomian negara diharapkan dapat menjadi pemicu bagi perkembangan perekonomian nasional. “Kita tidak boleh tergantung kepada energi dari luar. Karena itu, PLN yang bergerak di sektor energi harus mempertaruhkan seluruh kemampuannya,†terangnya.
Dia menjelaskan, BUMN-BUMN strategis seperti Pertamina, PLN memiliki peran penting sebagai aspek kepentingan kedaulatan ekonomi. “Peran kedua BUMN tersebut sangat besar karena mempertaruhkan seluruh kemampuannya agar tidak tergantung kepada energi dari luar,†jelasnya.
Menurutnya, kita harus yakin bahwa Pertamina dan PLN secara politik akan mencoba mencari solusi dalam langkah-langkah penyelesaian demi peningkatan korporasi itu sendiri. “Karena kuatnya kepentingan seringkali memang apa yang terjadi dalam peta geopolitik itu juga berpengaruh di dalam strategi korporasi dari Pertamina,†terangnya. Hasto mengungkapkan, kasus yang terjadi di Exon Blok Minyak Cepu tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh kompetisi perebutan energi dari negara-negara besar.
“Dalam konteks strategi korporasi BUMN strategis secara khusus memang dikaruniai masuk di dalam bisnis lain yang memang sangat efektif seperti Telkom yang memang punya kepemimpinan secara korporasi sangat kuat,†katanya.
Dia mengharapkan, Jamsostek harus memiliki keberpihakan di dalam pengembangan di daerah-daerah tertinggal. Sehingga kalau memang belum memberikan konsiderans terhadap daerah-daerah tertinggal mungkin proporsionalnya adalah kepada pendekatan konsumen. Artinya alokasi dana-dana CSR lebih banyak dialokasikan di Pulau Jawa dengan mempertimbangkan asas skala prioritas.
“Perlu ada terobosan-terobosan dari kebijakan korporasi sehingga daerah-daerah tertinggal menjadi skala prioritas di dalam alokasi dana-dana CSR, tidak hanya di Kalimantan Tengah tapi dimanapun di wilayah NKRI,†katanya.
Dia mengharapkan, Telkom yang berada di wilayah Kalimantan Tengah dapat memberikan terobosan-terobosan dan menciptakan ruang komunikasi yang tidak terbatas dan memiliki makna dalam dunia pendidikan dan kebudayaan. “Kami mengharapkan apa yang disampaikan tadi sebagai roadmap Kalimantan Tengah dapat sungguh-sungguh dilaksanakan sehingga minimum paling tidak dalam komunikasi itu kita bisa berharap Kalteng dua atau tiga tahun lagi kondisinya sudah lebih baik, sehingga pengembangannya dapat menjadi pelopor BUMN strategis tersebut,†katanya.
Sinergi BUMN
Hasto mengatakan, Komisi VI DPR mengusulkan adanya sinergi BUMN yang satu dengan yang lainnya, “pembangunan diciptakan dari bawah, sebagai aspirasi dari bawah sehingga dapat memajukan daerah tersebut sesuai dengan potensi daerahnya,†katanya.
Dia menambahkan, sebelumnya, Komisi VI DPR mendapat kritik dari Gubernur Kalteng mengenai pendekatan kebijakan anggaran yang tidak memperhatikan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki daerah. “Seperti Kalteng kalau kita lihat punya batubara. Karena itu kebijakan politik ekonominya lima-sepuluh tahun kedepan harus mempertimbangkan dan melihat Kalteng sebagai energi supply yang memang cukup kuat, karena memang disini punya batubara,†terangnya.
Menurutnya, potensi batubara dapat meningkatkan produksi dan pengembangan industri alat berat sehingga dapat berkembang menjadi kluster industri yang memang didukung oleh kemampuan sumber daya alamnya. “Lebih-lebih itu juga ditopang oleh perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sebaik-baiknya, sehingga sinergi BUMN itu penting,†tuturnya.
Perkembangan perekonomian, lanjut Hasto, tidak terlepas dari peran kapasitas energi khususnya listrik. “Tolok ukur peradaban yang awal itu diukur oleh adanya listrik. Sehingga kami mengharapkan kalau perlu kita bersama-sama berteriak dan jangan ragu-ragu untuk menyampaikan kepada Komisi VI apabila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan progress pengembangan pembangkit listrik tersebut,†ujarnya.(Iwan)